Bolehkah Menjama’ Niat Puasa Ramadhan Di Awal Hari Puasa ?
Oleh: Sochi Safi'ul Anam (Musyrif Ibnu Kholdun)
Segala sesuatu adalah
tergantung pada niatnya, bahkan juga untuk pembalasannya kelak. Karena niat mengangkat praktik keseharian menjadi praktik yang
bernilai ibadah Sebagaiman hadits nabi yang berbunyi.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِيءٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal perbuatan membutuhkan niat. Dan
setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya.”
Hadits tersebut adalah salah satu dalil dari qowaidul
fiqiyah yang pertama yakni :
الامور بمقاصدها
“Segala perkara tergantung pada niatnya.” Maka
salah satu contohnya adalah puasa di bulan ramadhan, yang mana niat dalam puasa
ramadhan adalah termasuk dalam rukun puasa. Namun, kalau niat ibadah lainnya
berbarengan dengan awal praktik ibadahnya itu sendiri. Sedangkan, niat puasa
Ramadhan dan puasa wajib lainnya harus dilakukan di malam hari.
Karena puasa Ramadhan ini tidak hanya sehari, tetapi
sebulan penuh. Ada orang mengatakan bahwa niat puasa Ramadhan bisa dilakukan
sekaligus di awal Ramadhan. Dengan niat sebulan penuh itu,
ia mungkin berharap tidak perlu berniat setiap malam sebelum puasa di keesokan
siangnya. Perihal ini Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad
Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar menerangkan sebagai berikut.
ولا يصح الصوم إلا بالنية للخبر.
ومحلها القلب, ولايشترط النطق بها بلا خلاف, وتجب النية لكل ليلة لان كل يوم عبادة
مستقلة , ألا ترى أنه لا يفسد بقية الأيام بفساد يوم منه. فلو نوى الشهر كله, صح
له اليوم الأول على المذهب.
Artinya : “Puasa tidak sah tanpa niat. Keharusan niat didasarkan pada hadits. Tempat niat itu di hati. Karenanya, niat tidak disyaratkan secara lisan. Ketentuan ini disepakati bulat ulama tanpa perbedaan pendapat. Niat puasa wajib dipasang setiap malam. Karena, puasa dari hari ke hari sepanjang Ramadhan merupakan ibadah terpisah. Coba perhatikan, bukankan puasa Ramadhan sebulan tidak menjadi rusak hanya karena batal sehari? Kalau ada seseorang memasang niat puasa sebulan penuh di awal Ramadhan, maka puasanya hanya sah di hari pertama.” Demikian pendapat ini madzhab (Madzhab Syafi’i),” (Lihat Taqiyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar)”
Adapun niat puasa sekaligus sebulan
penuh adalah pandangan dari Madzhab Hanafi. Menurut Madzhab Hanafi, puasa
seseorang dengan niat sebulan penuh di awal Ramadhan dinilai sah meskipun ia
tidak menetapkan niat puasa setiap malam. Sehingga dalam pengerjaan puasanya juga harus menggunakan
madzhab hanafi. Adapun perbedaannya antara madzhab hanafi dan syafi’i dalam
pelaksanaan puasa, diantaranya;
1. Wanita yang sedang hamil
dan menyusui boleh tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain jika khawatir
terhadap kesehatan dirinya dan anaknya dan tetap sah jika berpuasa. Namun jika
kekhawatiran hanya terhadap kesehatan anaknya saja maka wajib mengganti dan
membayar kafarah yaitu satu mud setiap harinya. Demikian
menurut Imam Syafi’i. Sedangkan
Imam Hanafi berpendapat tidak wajib kafarah.
2.
Jika seseorang sengaja muntah,
pendapat Imam Maliki dan Syafi’i puasanya batal. Pendapat Imam Hanafi puasanya
tidak batal kecuali memenuhi rongga mulutnya.
3.
Jika diantara gigi ada sisa makanan maka
puasanya tidak batal jika tidak mampu mengeluarkannya, namun jika menelannya
hukum puasa menjadi batal. Demikian menurut tiga imam
mazhab, berbeda pendapat dengan Imam Hanafi bahwa puasanya tidak batal.
Meskipun
demikian, mereka juga tetap menganjurkan orang yang telah melakukan niat puasa
wajib sebulan penuh di awal Ramadhan untuk mengulang niat puasa di setiap malam
Ramadhan. Oleh karena itu, alangkah lebik baiknya untuk selalu
mengikuti jama’ah shalat tarawih di setiap malamnya, untuk menghindari lupa
niat. Selain, mendapat pahal berjama’ah juga mendapat pahala bersilaturahim
dengan tetangga, behitupun untuk pembacaan niat pyasa ramadhan yang pasti akan
dipimpin oleh imam setelah pelaksanaan shalat tarawih dan witir.
0 komentar: