Kamis, 16 November 2017

Tren Digital Living sebagai Peluang Terwujudnya Economic Growth SDGs 2030

Tren Digital Living sebagai Peluang Terwujudnya Economic Growth SDGs 2030

Oleh: Ilma Rosyidah

"Pembahasan mengenai aspek ekonomi dalam kehidupan generasi millenial tak dapat lepas dari pembahasan mengenai daya beli generasi ini. seiring dengan meledaknya konsumsi internet, generasi millenial cenderung suka mamanfaatkan teknologi dalam memudahkan aktivitas belanja."

Laju perkembangan zaman pasti akan berdampak pula pada perubahan pola kehidupan manusia. Isu populer mengenai pergeseran pola hidup manusia terjadi pada generasi millenial atau generasi Y. Generasi millenial adalah genarasi yang lahir antara tahun 1981-2000. Berdasarkan data statistik setahun terakhir, saat ini jumlah generasi millenial di Indonesia tercatat sebanyak 84,75 juta dari total 258 juta penduduk Indonesia. Artinya, sekitar 32% penduduk Indonesia berada pada usia produktif yakni usia 15-39 tahun. Jumlah penduduk usia produktif yang besar tentu menjadi harapan baru bagi terbukanya peluang Indonesia dalam membangun negera. 

Berbeda dengan generasi sebelumnya, ciri khas paling mencolok dari generasi millenial adalah keterikatannya dengan perkembangan teknologi. Penggunaan teknologi dan budaya pop telah menjadi gaya hidup yang mendasar bagi generasi ini. Meluasnya internet dan lahirnya beragam media sosial memengaruhi pola pikir, nilai-nilai dan perilaku yang dianut oleh generasi millenial. Internet, gadget, dan media sosial tak lagi bisa dipisahkan dari kehidupan generasi ini. Hanya dengan bermodalkan smartphone dan paket data internet, mereka dapat dengan mudah berinteraksi dan menggali informasi melalui berbagai platform online. 

Adanya pola kehidupan semacam ini tentu bukan sekedar kebiasaan baru yang tidak berdampak. Gaya hidup generasi millenial yang serba digital dapat menjadi faktor yang mendukung bonus demografi dalam membangun negara. Harapan besar yang dibebankan pada generasi millenial bukan tak beralasan. Data pengguna internet di Indonesia pada tahun 2015 telah mencapai angka 93,4 juta. Tentu saja angka ini kan terus bertambah di setiap tahunnya. Kemungkinan besar yang akan terjadi pada masa yang akan datang adalah peralihan berbagai aktivitas ke platform online. Tak terkecuali aktivitas ekonomi dunia. 

World Economic Forum pada tahun 2015 lalu memprediksi Indonesia di tahun 2020 akan menempati peringkat ke-8 ekonomi dunia dengan angka pengguna internet mencapai 140 juta. Indonesia disebut-sebut sebagai negara yang akan memiliki pasar digital terbesar di Asia Tenggara. Prediksi ini diperkuat dengan adanya generasi millenial yang berteknologi tinggi dan serba digital akan mendominasi Indonesia pada rentang tahun 2020-2030. 

Bonus demografi dan perkembangan generasi berteknologi di Indonesia dapat menjadi harapan baru negara ini dalam menyukseskan agenda pembangunan dunia yang dikenal dengan istilah SDGs. Sustainable Development Goals adalah program bersama yang bertujuan untuk menyejahterakan penduduk dunia. SDGs diterbitkan PBB sejak tahun 2015 sebagai ganti dari program MDGs sebagai tujuan bersama sampai tahun 2030. 

Salah satu program dari SDGs adalah decent work and economic growth. Generasi millenial diharapkan dapat memegang kendali pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sikap senang terkoneksi dengan media sosial, menyukai inovasi dan kreativitas, serta suka mengembangkan diri dalam karir adalah beberapa karakter generasi millenial yang harus terus dikembangkan ke arah yang positif. Karakter serba digital generasi millenial akan membuka peluang terbukanya lahan pekerjaan baru. 

Alvara Research Center mengatakan bahwa generasi millenial termasuk generasi kreatif. Pola pikir out of the box menjadi kunci dari lahirnya industri start up dan industri kreatif. Penggunaan internet yang lebih besar dari gen-Xer menjadi jalan yang dipilih gen-Y untuk membangun berbagai bisnis. Industri start up telah dimulai di Indonesia sejak tahun 2013. Pada perkembangannya lahirlah penyedia jasa online, online shop, bahkan e-commerce sangat menjamur belakangan ini. 

Pembahasan mengenai aspek ekonomi dalam kehidupan generasi millenial tak dapat lepas dari pembahasan mengenai daya beli generasi ini. seiring dengan meledaknya konsumsi internet, generasi millenial cenderung suka mamanfaatkan teknologi dalam memudahkan aktivitas belanja. Fakta ini tercermin pada data statistik BPS melansir bahwa dari tahun 2006-2016 jumlah e-commerce di Indonesia naik hingga 17%. Hal ini tak lepas dari bergesernya penduduk Indonesia dari masyarakat pedesaan (rural) menuju masyarakat perkotaan (urban). 

Dalam rangka memenuhi daya beli dan konsumsi internet dari generasi millenial yang meroket, industri start up dan industri kreatif saat ini banyak digeluti oleh generasi muda. Salah satu contoh buah kreatifitas anak muda adalah Go-Jek. Semenjak kehadirannya di tahun 2014, perusahan yang dimotori anak muda ini telah merekrut 200 ribu driver. Pesanan jasa yang diterima Go-Jek pada riset tahun 2016 telah mencapai angka sebesar 667 ribu pesanan setiap harinya. Artinya, melalui tangan generasi muda pertumbuhan dan laju ekonomi Indonesia dapat berjalan baik. 

Selain Go-Jek, muncul juga nama-nama generasi millenial yang sukses dalam mengembangkan bisnisnya melalui basis online atau digital. Sebut saja salah satunya yakni Diajeng Lestari sebagai founder dan owner dari Hijup.com. Perempuan generasi millenial ini telah sukses dalam mengembangkan sebuah konsep mall online busana muslim. Langkah jenius yang dipilih Hijup adalah pemanfaatan media Youtube sebagai sarana untuk membangun audien yang masif dan loyal. Ratusan video tutorial hijab sebagai taktik video marketing telah membuat perusahaan ini memiliki koneksi kuat dengan pelanggannya. 

Selain kretif, karakter potensial generasi millenial adalah connected. Generasi ini pintar dalam menjaring komunitas. Media sosial mereka jadikan tempat untuk membangun komunikasi dengan sesamanya. 70% generasi millenial suka datang ke suatu acara dan memciptakan koneksi serta membuka link dengan banyak orang. 

Karakter potensial selanjutnya adalah confidence. Generasi ini berani dalam mengemukakan pendapatnya dan tidak segan-segan berdebat. Hal ini terbukti dalam pola kehidupan generasi saat ini yang senang terlibat perkelahian di media sosial. Dampak positifnya, generasi ini percaya diri terhadap kemampuan dan idenya. Sikap ini baik dalam membangun wirausaha yang baik. 

Jika generasi sebelumnya menyukai pekerjaan pada suatu perusahan dan mengandalkan finansial dari perusahan sebagai penghasilan tetap, berdeda karakteristik dengan generasi millenial. Genarasi millenial sangat cepat menyerap informasi serta menuntut cepat pula dalam menghasilkan ide dan inovasi baru. Peluang bisnis yang besar dengan bantuan platform online adalah tantangan yang disenangi generasi ini. Terbukti dengan menjamurnya online shop di berbagai media sosial. Melalui Instagram, Youtube, ataupun Facebook, generasi millenial berlomba-lomba dalam memasarkan produk usaha mereka. Sebab online marketing nyatanya memang mampu menjangkau pelanggan secara masif dan mudah. 

Selain itu, dengan berbekal akun media sosial, generasi millenial kini mampu membuka lahan pekerjaan sendiri sebagai promoter atau endorser. Semakin banyak jumlah follower yang dimiliki maka semakin kuat pengaruh seseorang sebagai influencer. Hal itu akan menarik para pembisnis untuk meminta user media sosial mempromosikan suatu produk atau brand. Tentu saja pekerjaan ini memiliki royalti yang sangat menjanjikan bagi anak muda. Apalagi istilah word of mouth kini menjadi salah satu karakteristik generasi millenial. Generasi Y cenderung lebih mempercayai informasi dan review dari media sosial dalam memutuskan pembelian suatu produk. 

Lagi-lagi berbeda dengan generasi sebelumnya, menurut riset dari Sociolab, generasi millenial bukanlah pekerja yang loyal pada sebuah perusahaan atau merek. Menurut Visa Worldwide, generasi millenial juga memiliki karakter ambisius terkait capaian cita-cita. Generasi ini tidak menyukai sesuatu yang stagnan dan tidak segan-segan untuk meninggalkan perusahan jika merasa tidak mengalami perkembangan karir yang baik di perusahaannya. 

Di era teknologi, banyak lahir profesi baru yang diminati anak muda. Youtuber, vlogger, blogger di berbagai bidang sangat menjamur akhir-akhir ini. penulis lepas, visual designer, dan social media administrator juga tak klah diminati. Pekerjaan lepas semacam ini dianggap lebih menyenangkan dan menarik untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan anak muda. Tanpa jam kerja yang mengikat, seorang freelancer tetap mendapat penghasilan dan dapat mengembangkan kreativitas. 

Peminat freelance yang terus bertambah mengundang lahirnya situs-situs pencarian job freelance. Melalui situs ini seseorang dapat mencari pekerjaan dan juga memberi pekerjaan. Sebut saja situs Sribulancer dan projects.co. generasi millenial yang melek teknologi seharusnya sudah tidak lagi khawatir dalam mencari pekerjaan. Generasi ini akan mudah menyerap informasi job melalui platform online yang jangkaunnya tidak hanya di dalam negeri namun juga sampai luar ngeri. 

Peluang besar Indonesia dalam mewujudkan program SDGs 2030 tentu perlu dipersiapkan dengan baik. Kesempatan emas yang ada di depan mata tidak boleh terlewatkan begitu saja. Pendidikan dan kebijakan pemerintah sangat memengaruhi keberhasilan suatu negara dalam memanfaatkan kesempatan. Karateristik generasi millenial yang tak dapat lepas dari teknologi harus diarahkan secara tepat. Indonesia harus memiliki generasi millenial yang berkualitas sebab mereka adalah subjek pembangun ekonomi pada masa yang akan datang. 

Generasi millenial dalam usisa produktif harus dibekali pendidikan yang bermutu. Dalam merealisasikan impian tersebut sudah saatnya pemerintah membentuk kurikulum yang supportif. Sebab perkembangan teknologi tentu tidak selamanya memberi dampak positif, maka dari itu upaya preventif dalam menanggulangi dampak negatif teknologi penting dilakukan. Bahasa internasional, pendidikan enterpreneurship, dan multimedia harus diajarkan kepada generasi millenial. 

Arah masa depan Indonesia akan cerah jika pemerintah dan masyarakat Indonesia bersama-sama menjadi tonggak perubahan. Wajah Indonesia pada rentang tahun 2020-2030 diharapkan telah mampu menangani masalah pengangguran, mengurangi beban hutang negara, meningkatkan pendapatan masyarakat dan mewujudkan produk lokal go internasional melalui kemudahan digital. Segala tujuan tersebut dapat tercapai melalui pengoptimalan bonus demografi, manusia urban, dan karakteristik generasi millenial.
Previous Post
Next Post

0 komentar: