Jumat, 08 September 2017

Lari Gugup, Jalan Takut

Lari Gugup, Jalan Takut
oleh : Isna Nur Fitriyah (Mahasantri ABA 2016)




Banyak  kebiasaan di negeri ini yang sebenarnya kurang baik, namun sepertinya sudah menjadi budaya yang sulit diluruskan kembali agar menjadi suatu hal yang benar, entah itu salah rakyatnya, negrinya atau pemerintahnya, mungkinkah disebabkan oleh  salah satu dari mereka? Atau karena mereka semua?
HI-Realitas jalanan. Banyak penghidupan yang terselenggara disana, dari pedagang kaki lima, pedagang asongan, dan pejalan kaki yang berjalan menuju tempat tujuan, tak sedikit ditemukan mobil mobil mewah, yang berjalan dengan lajuan yang cukup kencang, ada juga mobil berplat warna kuning yang biasa disebut angkutan, serta ada pula bis, kendaraan ini biasanya mengeluarkan asap yang cukup mengesalkan bagi  pengguna jalan lain, asap yang sangat mengepul, membentuk gelembung hitam diawan.


Lampu kuning yang sengaja dipasang dipinggir jalan oleh petugas lalu lintas, merupakan salah satu dari tiga rambu, antara hijau dan merah, yang menandakan tanda pengguna jalan harus berhati hati. Terkadang lampu kuning akan cepat berganti kelampu lainya, semisal merah, pada saat itulah mereka yang dihadapkan pada tanda lampu merah harus mendiamkan kendaraanya, jikalau masih tetap terus dilajukan, bersiap saja, tak lama kemudian akan mendapat kartu tilang dari kepolisian.

Tak sedikit pelanggaran yang terjadi dijalan, hingga menyebabkan tewasnya korban , dari pengendara sepeda motor yang tak memakai helm, bermuatan yang melebihi batas kapasitas yang sesuai dengan aturan, hingga ugal ugalan. Tak hanya hal tersebut, banyak pula kasus yang disebabkan oleh pengguna mobil. Banyak dari mereka yang tidak melengkapi surat surat, seperti STNK, SIM dan lain sebagainya. Bukan hanya motor, dan mobil, ada pula bis, trek, becak, dan alat transportasi darat lain yang tak luput dari pelanggaran.

Apakah hanya kendaraan yang menjadi penguasa jalan raya? Dimana letak hak pejalan kaki? Pejalan kaki sering dirampas haknya dijalan, trotoar yang fungsi aslinya sebagai tempat berjalan,  sekarang beralih fungsi sebagai tempat kaki lima, bukan lagi kaki manusia, namun kaki gerobak, tak jarang pula dipenuhi sesak oleh parkir motor yang sembarangan. Dan akhirnya sipejalan kaki harus rela berjalanan dipinggir jalan, yang tak kadang diiringi rasa takut, karena berdampingan sangat dekat dengan kendaraan yang sedang melaju.
           
Kebiasaan yang biasa terjadi dijalan ialah Pengendara motor akan cenderung  lebih tidak mau mengalah, mereka akan seenaknya tanpa ada rasa saling berbagi dengan pejalan kaki, bila difikir fikir pengendara motorlah yang harus mengalah dan bersabar, ketika dijalan harus mengantri dengan pejalan kaki, seperti digang gang kecil, atau diperkampungan.

Kenyataan dijalan raya yang lainya adalah, ketika para  pejalan kaki yang akan menyebrang, kendaraan akan saling melintas tanpa menghiraukan pejalan kaki, tak jarang para penyebrang akan kebingungan, mereka harus memilih lari atau berjalan biasa, apabila memilih jalan biasa tak sedikit pasti ada rasa takut dihati mereka, dikarenakan takut tertabrak kendaraan yang melaju cepat, namun jika memilih untuk lari, lalu kenapa harus lari? Kan yang memiliki hak untuk pelan pelan seharusnya adalah kendaraan, bukan pejalan kaki.

picture from google.com
Previous Post
Next Post

0 komentar: