INDONESIA ADALAH NEGARA SIMBIOTIK:
PANCASILA SEBAGAI DASAR IDEOLOGI NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Najmi Rahayu
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
najmirahayu06@gmail.com
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghormati jasa pahlawannya.”. (Ir. Soekarno, pidato hari pahlawan 10 November 1961). Petikan kalimat Ir.
Soekarno mengisyaratkan setiap jiwa untuk
menghargai jasa pahlawan yang rela mati di medan pertumpahan darah demi terwujudnya
cita-cita kemerdekaan yang selama ini menjadi asa bangsa Indonesia. Api semangat
yang membara menuai ketentraman dan bisa bernafas lega hingga detik ini. Menghargai
bukan berarti mengangkat senjata di
medan pertempuran, namun bermakna menjaga eksistensi sejarah yang telah diusung,
bukan menghancurkan atau mengubah esensi negara salah satunya pancasila. Indonesia
memiliki pancasila sebagai dasar ideologi negara. Pembentukan pancasila berproses
cukup lama. Dimulai dari sidang BPUPKI sampai perbedaan argumen antara ulama’ dan
non muslim mengenai sila pertama “Ketuhanan yang maha esa dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluknya”. Satu suara pada akhirnya berhasil
diputuskan menjadi sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Hal
ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia memiliki rasa patriotisme dan gandrung
akan keadilan dan toleransi sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika “Berbeda-beda
tetapi tetap satu jua”
Pancasila adalah landasan
dan pedoman negara. Pembentukan pancasila memiliki torehan tinta sejarah dan
disusun para pejuang bangsa baik muslim maupun non muslim. Sehingga tidak benar
jika ada sekularisasi antara agama dan negara. Karena, pancasila sebagai
ideologi negara mengandung nilai-nilai keislaman mutlak yang disesuaikan dengan
cita-cita bangsa Indonesia. Sila Pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung arti
bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang maha Esa dan Islam tidak menuntut untuk
memeluk agama islam, hal tersebut juga tercermin dalam Q.S Al-Kafirun ayat 6 “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. Sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, mengandung arti bahwa manusia berhak untuk
hidup dan Islam melarang membunuh satu sama lain. Sila ketiga “Persatuan Indonesia” mengandung arti bahwa Islam memerintahkan untuk mencintai negara, karena hal itu sebagian dari
iman. Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.” mengandung arti bahwa Islam memerintahkan untuk
patuh dan taat terhadap pemimpinnya. Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” mengandung arti bahwa Islam memerintahkan manusia untuk
bersikap adil.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
didasarkan pada ajaran islam sebagai bukti bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler
melainkan
simbiotik, artinya tidak memisahkan antara kepentingan agama dan negara.
Karena, Islam merupakan agama mayoritas sehingga kontribusinya sangat besar.
Para ulama’ ikut andil memerdekaan Indonesia dari belenggu penjajah, K.H.
Hasyim Asy’ari salah satunya. Beliau menggalang kekuatan santri demi membela
agama dan negara sebagai bukti bahwa tidak ada sekat antara kepentingan agama
dan politik. Negara tanpa campur tangan agama bak dunia tanpa
cinta yakni kurang sempurna. Berbeda dengan negara barat seperti Amerika,
Prancis, Inggris, dan negara persekutuannya yang menggunakan prinsip negara
sekuler. Negara menganggap bahwa agama hanya mengganggu urusan negara dan
memberikan aturan yang menyekat kebebasan.
Berdirinya negara sekuler di Eropa disebabkan dendamnya terahadap
The dark age (zaman kegelapan). Masa kegelapan menyisakan kisah tragis
menimpa para ilmuwan akibat doktrin gereja. Selama beberapa abad, Barat
dikuasai doktrin gereja yang cenderung menolak hasil kajian ilmu pengetahuan
dan budaya falsafah berpikir yang pernah berkembang pada masa sebelumnya di
Yunani. Setelah Kristen menjadi agama resmi Imperium Romawi pada dasawarsa
ketiga abad ke-4 Masehi, para tokoh agama bersemangat melakukan
kampanye untuk membasmi
ilmu dan filsafat. Dominasi
gereja sangat kuat dalam berbagai aspek
kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat
oleh raja-raja. Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan mendapat doktrinasi
dari gereja. Hidup seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi).
Kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan
hidup manusia adalah mencari keselamatan. Doktrin gereja tersebut berkembang
hingga abad pertengahan, sehingga pada saat itu pula, dunia Barat mengalami
masa kegelapan yang pada akhirnya
berakhir pada perlawanan
para ilmuwan yang mempertahankan pendirian
ilmiahnya dan berkoalisi
dengan raja untuk menumbangkan
kekuasaan gereja. Sehingga
lahirlah zaman Renaissance, yaitu zaman yang bebas dan tidak lagi
terbelenggu oleh agama. Muncul nya Renaissance menumbangkan
kekuasaan gereja yang akhirnya melahirkan sekularisasi dan
lahirlah dikotomi antara ilmu dan gereja (agama). Adanya sekularisasi ini, karena
sebelumnya agama tidak memiliki sikap kemanusiaan, artinya tidak berjalan
beriringan sehingga harus dipisahkan.
Berkaca pada benua Eropa, Indonesia patut
bersyukur dengan adanya campur tangan agama dalam politik akan memajukan negara
untuk menggapai cita-cita bangsa, karena seimbang antara kepentingan agama dan
negara. Indonesia secara mutlak tidak dapat dipisahkan dari agama Islam, karena
pancasila sendiri memiliki nilai-nilai keislaman dan hukum yang diterapkan
dilandaskan pada hukum islam yang dikenal dengan hukum positif. Syariah islam tidak
sepenuhnya diterapkan karena Indonesia negara multiagama. Hukum positif ini dilandaskan
pula kepada Pancasila dan UUD 1945. Kedua konstitusi ini disusun oleh para ulama’
dan pahlawan yang mayoritas beragama islam, keduanya adalah produk islam dan diterapkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dapat disimpulkan bahwa Negara
Indonesia adalah negara simbiotik, bukan negara sekuler. Sehingga ada hubungan
timbal balik antara agama dan negara.
0 komentar: